Berkenalan dengan Prinsip Akrual (Accrual Basis) dalam Akuntansi

Salah satu penyebab pemula bingung saat belajar akuntansi adalah penggunaan prinsip akrual (accrual basis). Segala hal yang dicatat dalam akuntansi didasarkan pada prinsip akrual. Lawan dari prinsip akrual adalah prinsip tunai atau cash basis. Kedua prinsip ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya prinsip cash basis. Tetapi orang awam cenderung tidak menyadarinya.

Prinsip akrual dalam akuntansi adalah prinsip yang mewajibkan suatu peristiwa ekonomi (peristiwa ekonomi ini kadang disebut dengan nama transaksi) dicatat ketika peristiwa tersebut sudah terjadi. Peristiwa ekonomi biasanya dianggap terjadi saat ada perpindahan hak atau kewajiban. Seringkali perpindahan hak atau kewajiban ini terjadi tanpa perpindahan uang (atau bahkan barang maupun jasa). Oleh karena itu jangan heran jika dalam akuntansi ada transaksi pembelian yang dicatat, tapi barangnya belum diterima. Barangnya bisa saja masih ada di gudang penjual, atau bahkan masih dalam perjalanan di tengah laut.

Misalnya, Anda punya warung kecil. Hari itu warung Anda sedang sepi. Sore harinya menjelang tutup, ada yang membeli tiga bungkus mi instan dan beberapa butir telur. Total belanjanya Rp25.000. Tapi dia tidak membayar telurnya sekarang melainkan saat dia gajian nanti (istilah lainnya dia ngebon, dan karena dia pelanggan setia Anda, dia boleh ngebon di warung Anda). Jika Anda menganut prinsip akrual, maka total belanja sebesar Rp25.000 itu wajib dicatat sebagai penjualan hari itu. Anda tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada yang belanja hari itu.

Bertolak belakang dengan prinsip akrual, prinsip tunai atau cash basis mencatat peristiwa ekonomi dengan memperhatikan aliran masuk keluarnya uang. Transaksi baru dicatat saat ada uang masuk atau uang keluar. Model inilah yang sering digunakan oleh orang-orang awam untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan harian mereka.

Balik lagi ke contoh sebelumnya. Jika pembeli barusan menggunakan prinsip tunai, maka belanjaannya sebesar Rp25.000 (yang masih ngebon itu) tidak akan dicatat dalam catatan pengeluaran dan pemasukan hariannya. Saat membeli telur dan mi instan tidak ada uang yang keluar, karena itu tidak dicatat.

Sampai di sini, bisa dilihat bahwa metode akrual lebih unggul daripada metode tunai. Mengapa? Karena metode akrual mampu menghindari adanya kewajiban maupun hak yang tidak dicatat. Alias menghindari terlewat (atau lupa) akan keberadaan hak dan kewajiban itu. Skenario di atas akan memperbesar peluang si pembeli lupa dengan pembeliannya (pembelian sebesar Rp25.000 itu, alias dia lupa punya utang yang wajib ia lunasi). Lalu bayangkan saja jika Anda yang punya warung tidak mencatat penjualan itu. Bisa saja Anda lupa menagih Rp25.000 itu. Padahal itu hak Anda. Anda berhak menerima uang Rp25.000 itu karena ada barang yang sudah diambil oleh si pembeli. Hal ini yang sering mengakibatkan usaha kecil bangkrut. Lupa punya hak yang perlu ditagih dan lupa punya kewajiban yang harus dibayar.

Singkatnya, saat belajar akuntansi, lupakan sejenak prinsip tunai dan berfokuslah pada perpindahan hak dan kewajiban. Selalu ingat bahwa transaksi dicatat saat peristiwa tersebut terjadi, bukan hanya saat uang berpindah. Tapi, apakah saat uang berpindah transaksi juga dicatat? Of course iya, karena ada perpindahan hak dan kewajiban.

Semoga penjelasan di atas dapat membantu pembaca awam untuk memahami dasar akrual dalam akuntansi. Sebenarnya penjelasan ini adalah penjelasan sederhana. Aslinya lebih rumit lagi. Jadi, balik lagi ke kalimat saya yang kemarin, penjelasan ini tidak ditujukan sebagai jawaban tugas mata kuliah akuntansi ya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Prospek Alfamart (AMRT) di Bursa Efek Indonesia

Penjelasan Sederhana tentang Laporan Keuangan

Mengulik Prospek Saham PT Akasha Wira International Tbk (ADES)