Berkenalan dengan Konsep Harga Pokok Penjualan (HPP)
Sebagaimana yang pernah saya bahas pada artikel sebelumnya, perusahaan dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama ada perusahaan jasa, kedua ada perusahaan dagang, dan ketiga ada perusahaan manufaktur. Biasanya saat orang baru belajar akuntansi, mereka akan belajar mengerjakan transaksi-transaksi yang terjadi pada perusahaan jasa. Hal itu dikarenakan transaksi-transaksi yang terjadi pada perusahaan jasa lebih sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan transaksi-transaksi di perusahaan jenis lainnya. Di perusahaan dagang biasanya ada transaksi penjualan dan pembelian barang dagang. Aktivitas pembelian dan penjualan barang dagangan menimbulkan adanya harga pokok penjualan. Apa itu harga pokok penjualan?
Harga pokok penjualan (HPP) adalah harga beli barang yang dijual kepada pembeli. Pada kehidupan sehari-hari kadang harga pokok penjualan disebut juga dengan istilah harga modal. Misalnya sebuah toko bangunan menjual batako. Batako yang ia beli dari supplier dengan harga Rp1.000 dia jual dengan harga Rp1.500 per biji. Rp1.000 itulah yang disebut dengan harga pokok penjualan. Sedangkan Rp1.500 itu disebut dengan harga jual.
Lalu apa fungsi dari harga pokok penjualan? Fungsi dari harga pokok penjualan adalah untuk mengetahui berapa laba kotor yang diperoleh perusahaan. Laba kotor adalah hasil pengurangan penjualan dengan harga pokok penjualan. Misalnya pada kasus di atas, toko bangunan itu sukses menjual batako sebanyak 1.000 pcs. Artinya toko bangunan itu memperoleh penjualan sebanyak Rp1.500x1.000=Rp1.500.000. Lalu beban pokok penjualannya sebesar Rp1.000x1.000=Rp1.000.000. Sehingga laba kotor yang diperoleh perusahaan adalah Rp1.500.000-Rp1.000.000=Rp500.000.
Jika contohnya sederhana seperti di atas tentu menghitung harga pokok penjualan bukanlah hal yang sulit. Namun pada praktiknya harga yang diberikan supplier sering berubah (cenderung naik, tapi juga bisa turun) dan produk yang dijual perusahaan cenderung banyak. Guna membantu menghitung harga pokok penjualan, beberapa perusahaan menggunakan kartu persediaan guna mencatat harga beli dari supplier dan mencatat informasi persediaan yang mereka miliki.
Harga pokok penjualan dapat dihitung dengan menjumlahkan persediaan awal yang dimiliki perusahaan dengan pembelian, lalu dikurangi dengan persediaan akhir yang dimiliki perusahaan. Misalnya toko bangunan tersebut di awal memiliki persediaan awal berupa batako dengan jumlah Rp1.000.000 di awal tahun. Selama tahun tersebut toko bangunan tersebut membeli batako sebanyak Rp11.250.000. Di akhir tahun setelah dihitung batako yang tersisa adalah sebanyak Rp850.000. Maka harga pokok penjualan untuk tahun tersebut adalah Rp1.000.000+Rp11.250.000-Rp850.000=Rp10.400.000. Harga pokok penjualan ini nantinya tinggal digunakan untuk mencari laba kotor yang diperoleh perusahaan.
Komentar
Posting Komentar