Analisis Saham ICBP: Peluang dan Tantangan Menjelang Kenaikan Tarif
Saat artikel ini ditulis, Amerika Serikat sedang bersiap-siap untuk memberlakukan tarif impor baru. Indonesia menjadi salah satu negara yang tak luput dari tarif tersebut. Hal ini mungkin saja memberikan dampak kepada beberapa perusahaan yang juga mengandalkan pasar di luar negeri. Dari sekian perusahaan yang mengandalkan pasar luar negeri, ada PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Perusahaan dengan kode ticker ICBP ini terkenal dengan produk mi instan mereka dengan nama Indomie. Lalu, bagaimana potensi saham ICBP ini? Apakah masih ada potensi untuk naik lagi?
Seperti biasa, tulisan mengenai saham akan saya awali dengan sejarah perusahaan. ICBP sendiri bermula dari sebuah Grup Produk Konsumen Bermerek (atau Consumer Branded Product atau CBP) milik perusahaan induknya. Perusahaan induknya adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk., yang juga listing di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham INDF. Grup ini mulai memroduksi mi instan pada tahun 1982. Di tahun 1985, grup CBP memulai kegiatan usaha di bidang nutrisi dan makanan khusus. Lalu pada tahun 1990 grup ini melakukan ekspansi ke bidang makanan ringan. Berselang setahun kemudian grup ini mulai merambah usaha penyedap makanan. Lalu pada tahun 2008 perusahan mengakuisisi Drayton Pte. Ltd., yang menjadi pemegang saham mayoritas dari PT Indolakto. Akuisisi ini menandai masuknya grup pada usaha di bidang dairy.
Berselang setahun setelah masuk ke dalam bisnis dairy, PT Indofood CBP Sukses Makmur didirikan. Setahun kemudian perusahaan ini listing di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham ICBP. Lalu pada tahun 2013 ICBP mulai merambah pasar minuman dan pada tahun 2014 perusahaan masuk ke pasar air minum dalam kemasan (AMDK) dengan akuisisi merek Club. Perubahan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2020, di mana ICBP mengakuisisi 100% saham Pinehill Company Limited (PCL), sebuah produsen mi instan yang beroperasi di negara-negara Timur Tengah, Afrika, dan Eropa Tenggara. Seingat saya akuisisi ini cukup sering dibicarakan di masanya, dan sempat mengakibatkan saham ICBP turun lumayan dalam.
Lalu bagaimana dengan manajemennya? ICBP sendiri sering dikaitkan dengan Grup Salim. Saat ini pemegang saham pengendali ICBP adalah INDF. INDF ini sekitar 50% sahamnya dipegang oleh perusahaan dari Hong Kong bernama First Pacific Company Limited. Untuk posisi komisaris utama diisi oleh Bapak Franciscus Welirang. Adapun posisi direktur utama dan CEO diisi oleh Bapak Anthoni Salim. Bapak Anthoni Salim ini masih memiliki afiliasi dengan First Pacific Company Limited dan menjabat sebagai chairman. Sejauh penelusuran yang saya lakukan, saya tidak menemukan hal-hal aneh terkait dengan jajaran manajemen. Manajemen juga termasuk orang lama dan sudah terbiasa bekerja di perusahaan yang termasuk dalam Grup Salim. Saya sebenarnya ingin mencari siapa pemilik akhir dari First Pacific Company Limited itu. Tapi perusahaan yang listing di Hong Kong Stock Exchange itu tidak mencantumkan siapa pemilik perusahaan di laporan tahunannya.
Lalu produk-produk apa yang diproduksi oleh perusahaan ini? Ada banyak dan mungkin Anda konsumsi hari ini. Produk perusahaan dapat dibagi menjadi kelompok noodles (mi instan), dairy (olahan susu), snack foods (makanan ringan), food seasoning (penyedap makanan), nutrition and special food (nutrisi dan makanan khusus), serta beverages (minuman). Untuk brand yang mereka miliki ada banyak. Ada Indomie, Cleo, Indomilk, Chitato, Qtela, Ichi Ocha, Bumbu Racik, biskuit bayi dengan merek Sun dan lain sebagainya. Produk-produk ini diproduksi di berbagai fasilitas produksi milik perusahaan yang ada di Indonesia dan di luar negeri. Di luar negeri sendiri, perusahaan memiliki fasilitas produksi yang berlokasi di Eropa Tenggara, Afrika, Malaysia, dan Timur Tengah. Total fasilitas produksi yang dimiliki ICBP mencapai lebih dari 80 unit, di mana sekitar 20 fasilitas berlokasi di luar negeri. Produk-produk ICBP sendiri dapat ditemui di lebih dari 100 negara di dunia.
![]() |
| Beberapa produk yang dimiliki oleh ICBP (klik gambar untuk memperbesar) |
Sampai di sini tentu sudah bisa dibayangkan betapa besar ICBP ini. Lalu kita masuk ke aspek finansial ICPB ini sendiri. Berdasarkan laporan keuangan kuartal 1 (atau tiga bulan pertama) 2025, ICBP tercatat memiliki aset sebesar Rp130,7 triliun, dan liabilitas sebesar Rp60,8 triliun. Mayoritas liabilitas yang dimiliki perusahaan adalah liabilitas jangka panjang, paling banyak utang obligasi sebesar Rp45,3 triliun. Total ekuitas yang bisa diatribusikan kepada pemilik entitas induk adalah Rp47,7 triliun. Pada periode tersebut, ICBP mampu memperoleh laba sebesar Rp2,65 triliun, atau setara dengan Rp10,6 triliun jika disetahunkan (atau dikali empat). ROE disetahunkannya adalah 22,23%. Jumlah lembar saham ICBP yang beredar adalah 11,6 miliar lembar, dan book value selembar saham ICBP adalah Rp4.098. Saat artikel ini ditulis, harga selembar saham ICBP ada di Rp10.400. Artinya, PBV ICBP ada di kisaran 2,5 kali. PBV ICBP lebih murah daripada perusahaan yang mirip dengannya (misalnya MYOR), dan ukuran perusahaan juga lebih besar daripada MYOR plus kinerja keuangannya lebih baik daripada MYOR.
![]() |
| Ringkasan analisis keuangan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (klik gambar untuk memperbesar) |
The bottom line, apakah sahamnya layak untuk investasi dan punya masa depan yang cerah? ICBP sendiri punya prospek yang cerah untuk menghadapi kenaikan tarif impor. Mengapa? Pertama, perusahaan, sejauh penelusuran yang saya lakukan, tidak pernah mengatakan memiliki pasar yang signifikan di Amerika Serikat. Kedua, ICBP memiliki fasilitas produksi yang tersebar di berbagai negara. Jika tarif benar-benar diberlakukan, ICBP bisa saja melakukan ekspor dari negara yang terkena tarif lebih rendah, sehingga harga produk mereka tidak naik terlalu tinggi di Amerika Serikat. Selain itu produk-produk perusahaan juga amat terkenal di Indonesia, sehingga prospeknya lumayan cerah.
Disclaimer: Tulisan ini bukan rekomendasi untuk membeli saham ICBP. Keputusan untuk membeli saham termasuk keuntungan dan kerugian yang muncul menjadi tanggung jawab dari masing-masing investor.


Komentar
Posting Komentar