Berkenalan dengan Jurnal Penyesuaian (Part 6): Cadangan Kerugian Piutang
Tulisan ini merupakan tulisan bersambung dari Part 1, Part 2, Part 3, Part 4, dan Part 5 yang sudah ditayangkan sebelumnya. Ada baiknya sebelum membaca tulisan ini tulisan sebelumnya dibaca juga untuk mempermudah pemahaman tentang jurnal penyesuaian.
Jenis jurnal penyesuaian selanjutnya yang sering dibuat adalah jurnal penyesuaian untuk mencatat cadangan kerugian piutang. Untuk pembaca yang belum paham mungkin bingung dengan istilah ‘cadangan kerugian piutang’ (atau dalam Bahasa Inggris disebut juga dengan bad debt). Sebelum membahas ‘cadangan kerugian piutang’ ada baiknya kita sedikit membahas tentang piutang itu sendiri dan mengapa muncul ‘cadangan kerugian piutang’.
Piutang muncul manakala terjadi penjualan kredit. Penjualan kredit adalah penjualan suatu barang atau jasa, tapi kita selaku perusahaan belum menerima uang dari penjualan tersebut. Barang atau jasanya sudah diserahkan kepada pelanggan, jadi perusahaan hanya perlu menagih uangnya. Bahasa sehari-hari dari peristiwa ini adalah ‘ngebon’.
Berbeda dengan ‘ngebon’ di warung, biasanya dalam perusahaan ada batas waktu kapan pembeli harus membayar. Biasanya batas waktunya berkisar antara 30 sampai 60 hari. Artinya si pembeli harus membayar barang yang ia beli 30 hari atau 60 hari setelah barang tersebut dibeli. Batas waktu ini sering disebut juga dengan istilah termin.
Seperti yang kita ketahui, menagih janji adalah sesuatu yang seringkali sulit. Menagih uang dari pembeli bukanlah hal yang mudah. Ada kemungkinan pembeli tidak mau membayar barang yang sudah ia beli. Entah karena ia tidak punya uang, atau memang dari awal sudah tidak mau membayar. Pada beberapa kasus seringkali pembeli mengalami kebangkrutan. Jika sudah bangkrut praktis si pembeli tidak akan bisa membayar barang yang sudah ia beli.
Jika sudah ada bukti atau indikasi bahwa si pembeli tidak bisa membayar barang yang ia beli, maka piutang yang ia buat harus dihapuskan. Ingat bahwa piutang yang ditampilkan dalam laporan posisi keuangan haruslah sebesar piutang yang bisa ditagih (atau piutang yang akan dibayarkan oleh pelanggan). Jadi jika ada yang tidak bisa ditagih piutangnya harus dihapuskan.
Tetapi, seringnya kita tidak bisa mengetahui secara pasti, apakah si pembeli tidak akan membayar di masa mendatang, atau justru akan membayar. Karena hal ini, dibuatlah sebuah asumsi, estimasi, atau perkiraan, berapa jumlah piutang di masa mendatang yang kira-kira tidak akan dibayar oleh pembeli. Karena tidak dibayar inilah piutang dianggap sebagai kerugian. Sama seperti warung, saat ada seseorang yang ngebon lalu tidak dibayar-bayar, warungnya tentu merugi. Karena hal tersebut, akun yang digunakan untuk mencatat estimasi piutang yang tidak bisa ditagih ini disebut dengan nama 'cadangan kerugian piutang’.
Pada paragraph di atas disebutkan ‘estimasi’ atau ‘perkiraan’. Untuk menentukan besar estimasi atau perkiraan tersebut, ada banyak metode yang dapat digunakan. Teman-teman yang sudah belajar akuntansi tingkat lanjut mungkin sering mendengar istilah analisis umur piutang. Analisis umur piutang merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk menentukan berapa piutang yang dicadangkan dan diasumsikan tidak bisa ditagih. Piutang yang sudah lewat dari kesepakatan dan tidak dibayar dianggap sebagai piutang tidak tertagih.
Metode analisis umur piutang adalah metode cukup efektif untuk menentukan besar piutang yang bisa ditagih. Namun biasanya metode ini tidak diajarkan saat seseorang belajar akuntansi dasar. Biasanya pada materi akuntansi dasar piutang dicadangkan dengan metode persentase.
Metode persentase yang digunakan untuk mencadangkan piutang dalam akuntansi dasar biasanya ada beberapa jenis. Tapi dalam artikel ini saya hanya akan membahas salah satu metode saja, yaitu persentase sebesar jumlah piutang yang dimiliki oleh perusahaan. Metode ini cukup mudah untuk dipahami.
Misalnya, sebuah perusahaan pada tanggal 31 Desember 2024 memiliki piutang sebanyak Rp100.000.000. Perusahaan tersebut biasanya mencadangkan piutangnya sebesar 5%. Jadi perusahaan menganggap 5% dari jumlah piutang tersebut tidak dapat ditagih. Sehingga jumlah piutang yang dicadangkan adalah Rp100.000.000 dikali 5% = Rp5.000.000.
Setelah diketahui besar cadangan kerugian piutang, lalu dibuat jurnal penyesuaiannya. Jurnal penyesuaian untuk mencatat cadangan kerugian piutang perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
![]() |
| Contoh jurnal cadangan kerugian piutang (klik gambar untuk memperbesar) |
Pada jurnal tersebut akun beban kerugian piutang dicatat di debit sebesar Rp5.000.000. Mengapa akun ini didebit? Karena besar piutang yang diperkirakan tidak bisa ditagih adalah sebesar Rp5.000.000. Piutang yang diperkirakan tidak bisa ditagih dianggap sebagai beban. Sebaliknya akun ‘Cadangan Kerugian Piutang' dikredit sebesar Rp5.000.000. Apa fungsi akun ‘Cadangan Kerugian Piutang’?
Akun ‘Cadangan Kerugian Piutang’ adalah akun penjelas dari akun ‘Piutang’. Akun ini ditampilkan di bawah akun ‘Piutang’ sebagai pengurang dari akun ‘Piutang’. Sehingga pembaca laporan posisi keuangan mengetahui bahwa perusahaan punya piutang sebesar Rp100.000.000, tapi piutang yang bisa ditagih adalah sebesar Rp95.000.000 karena ada piutang sebesar Rp5.000.000 yang dicadangkan dan diperkirakan tidak bisa ditagih oleh perusahaan.
Sampai sejauh ini, apakah masih membingungkan? Wajar jika masih bingung karena materi jurnal penyesuaian adalah materi yang agak rumit.

Komentar
Posting Komentar